Senin, 23 Januari 2023

Pj Bupati Jayapura Beberkan Tugas Pemda

Aksi demo damai oleh masyarakat adat dari enam kampung yakni Yoboi, Ifarbesar, Yokiwa, Ayapo, Simporo, dan Babrongko di Kantor DPRD Kabupaten Jayapura dilanjutkan ke Kantor Bupati Jayapura yang diterima langsung oleh Penjabat (Pj) Bupati Jayapura, Triwarno Purnomo didampingi sekda dan sejumlah pimpinan OPD di Pemerintahan Kabupaten Jayapura.

Pj bupati mengatakan, tugas pemda yakni menyejahterakan masyarakat melalui program dan kerja pembangunan yang dilaksanakan selama ini, termasuk program kampung adat.

Selain itu, ada program Distrik Membangun, Membangun Distrik (DMMD) yang dimulai dari kampung. Entah itu kampung adat maupun kampung dinas, semua akan berjalan baik apabila dilaksanakan dengan baik oleh semua pihak yang terlibat secara langsung.

“Semua aspirasi yang disampaikan saat ini, saya terima. Tetapi tidak saya jawab sekarang, karena semua ada mekanismenya,” ujar Triwarno.

Menurutnya, mekanisme serta regulasi yang dibuat untuk mengawal seluruh proses pembangunan di kampung sudah dipertimbangkan dengan baik.

“Sekali lagi saya tegaskan,semua ada mekanismenya. Entah itu mau bubarkan kampung adat maupun mengubah status kampung, saya secara pribadi dan kelembagaan terbuka untuk menerima aspirasi yang akan disampaikan,” katanya.

“Tidak perlu juga dengan demo seperti saat ini, kita masih bisa bertemu untuk berbicara satu dengan lainnya. Dan seluruh kepala kampung harus dihadirkan untuk berbicara seluruh persoalan yang mereka hadapi,” tambahnya.

Sementara itu, Safanya Wally selaku Kepala Kampung Yoboi menjelaskan bahwa keberadaan kampung adat sudah ada sejak zaman nenek moyang berdasarkan asal usulnya. Program kampung adat yang dijalankan oleh Pemerintah Kabupaten Jayapura dan pencetusnya yakni Mathius Awoitauw sejak 2013 lalu, sama sekali tidak menjabarkan apa yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18b.

Kata dia, dalam pelaksanaannya, Pemerintah Kabupaten Jayapura melalui DPRD telah mensahkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Kampung Adat, lalu diratifikasi melalui Perda Nomor 1 Tahun 2022.

“Perda Nomor 1 Tahun 2022 kapan dibahas dan disahkan dalam sidang dewan. Mana peraturan bupati nya, kenapa kami selaku kepala kampung tidak diberitahukan,” jelasnya.

Wally menambahkan, draf hasil ratifikasi tersebut banyak yang tidak sesuai dengan kondisi kampung, bahkan tidak demokrasi dalam hal pelaksanaannya. Kepala ampung yang awalnya sebagai pelaksana Pemerintahan Kampung diganti menjadi Kepala Administrator Pemerintah Kampung Adat dan dipilih langsung oleh Ondofolo.

“Hasil ratifikasi perda itu banyak yang diedit, ternyata draf perda kampung dinas yang digunakan naskahnya diubah ke kampung adat,” ungkapnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar