Tampilkan postingan dengan label DOB. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label DOB. Tampilkan semua postingan

Minggu, 01 Januari 2023

Himbauan DJPb Untuk Tiga DOB Gunakan Anggaran dengan Bijak

 

Direktorat Jendral Perbendaharaan atau DJPb Kementerian Keuangan Papua mengimbau kepada tiga provinsi Daerah Otonomi Baru atau DOB agar menggunakan anggaran secara bijak sehingga hasil yang dihasilkan jelas peruntukannya dengan begitu pembangunan di daerah tersebut dapat berjalan lancar.

Kepala Direktorat Jendral Perbendaharaan Provinsi Papua Burhani mengatakan penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) telah di serakan dalam jangka waktu satu minggu ke semua provinsi di Tanah Papua.

“Penyerahan DIPA di tiga DOB sudah kami serahkan secara keseluruhan termasuk Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) tahun anggaran 2023 ke seluruh Pemerintah Daerah (Pemda),” kata Burhani di Jayapura, Kamis (29/12/2022).

Menurut Burhani, bahkan ada beberapa Pemda yang sudah menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sehingga ke depannya tinggal bagaimana pemerintah mengeksekusi pada tahun depan. “Penyerahan DIPA ke Satuan Kerja (Satker) kementerian/lembaga sudah direncanakan berdasarkan lokasi ibu kota provinsi masing-masing,” ujar Burhani.

Dia menjelaskan pihaknya juga berharap dengan dilakukannya penyerahan DIPA tahun anggaran 2023 tersebut lebih awal ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kebangkitan ekonomi Indonesia bakal dapat terwujud terutama di Provinsi Papua Tengah, Papua Pegunungan dan Papua selatan.

“Kami berpesan agar pengelolaan anggaran di pemerintah daerah segera lakukan proses pelelangan kalau itu terkait belanja fisik maupun termasuk non fisik dengan jumlah yang besar harus melalui satu pelelangan,” kata Burhani.

Dia menambahkan kepada tiga provinsi baru tersebut agar jika ada hal-hal yang kurang dipahami silakan datang ke kantor Kementerian Keuangan Perwakilan Provinsi Papua, di mana pihaknya akan membantu menyelesaikan kendala-kendala dihadapi pada provinsi tersebut.

Minggu, 11 Desember 2022

Komnas HAM Papua Minta Pemerintah DOB Perhatikan Hak Masyarakat Pribumi

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia HAM (Komnas HAM) Perwakilan Papua meminta pemerintah di tiga daerah otonomi baru (DOB) agar memperhatikan hak masyarakat asli/pribumi sesuai nilai-nilai dan prinsip HAM.

Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Papua Frits Ramandey saat peringatan Hari Hak Asasi Manusia, di Jayapura, Sabtu, mengatakan pihaknya menyerukan agar kekerasan terhadap anak-anak di Papua dihentikan termasuk oknum anggota TNI yang terlibat harus dimintai pertanggungjawaban sesuai mekanisme hukum formal yang berlaku.

Selain itu, kata dia lagi, agar Kelompok Sipil Bersenjata (KSB) dan aparat keamanan tidak menjadikan warga sipil sebagai sasaran kekerasan.

“Sehingga kami juga meminta pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait, agar melakukan upaya pemulihan guna menciptakan iklim hidup yang kondusif tanpa kekerasan,” katanya dilansir Antara, Minggu (11/12)

Melalui momentum peringatan Hari HAM Sedunia ke-74, Komnas HAM Perwakilan Papua juga menyampaikan beberapa kasus kekerasan terjadi selama 2022 yang menjadi perhatian publik, seperti kekerasan terhadap tujuh orang anak di Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah yang diduga dilakukan oleh anggota TNI Batalion 521 Brigif Kodam Brawijaya yang bertugas di Pos PT Modern, Kampung Sinak, Kabupaten Puncak pada 23-24 Februari 2022.

Selanjutnya, pembunuhan terhadap 12 orang warga sipil di Kampung Nogolaid, Distrik Kenyam, Kabupaten Nduga pada 16 Juli 2022. Aksi tersebut diduga kuat dilakukan oleh KSB yang merupakan bagian dari Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) pimpinan Egianus Kogoya.

Akibatnya 10 orang dinyatakan meninggal dunia dan dua orang lainnya luka-luka.

Kemudian, kata dia lagi, kekerasan terhadap Bripda Diego Rumaropen pada 18 Juli 2022 di Kampung Napua, Wamena yang diduga dilakukan oleh KSB, sehingga mengakibatkan korban meninggal dunia akibat luka bacok dan para pelaku merampas dua pucuk senjata api.

“Kekerasan terhadap seorang warga sipil di Yahukimo pada 19 Juli 2022 di mana diduga kuat pelaku merupakan anggota KSB,” ujarnya lagi.

Dia menjelaskan, pihaknya juga mencatat terjadi pembunuhan dan mutilasi terhadap empat warga sipil asal Kabupaten Nduga yang berdomisili di Kabupaten Mimika, Papua Tengah pada 22 Agustus 2022 yang diduga dilakukan oleh enam orang anggota TNI dari Satuan Brigif R/20/IJK/3) bersama 4 warga sipil.

Selain itu, kekerasan terhadap dua warga sipil di Kampung Mememu, Distrik Edera, Kabupaten Mappi pada 30-31 Agustus 2022 yang diduga dilakukan oleh anggota TNI Batalion Infanteri 600/Modang.

“Akibatnya salah satu korban dinyatakan meninggal dunia, dan seminggu sebelumnya juga diduga para pelaku melakukan kekerasan terhadap empat warga sipil,” katanya lagi.

Selanjutnya, kata dia, pembunuhan terhadap 14 pekerja jalan di Kampung Majnic, Distrik Moskona Barat, Kabupaten Teluk Bintuni pada 29 September 2022 yang diduga kuat melibatkan kelompok TPNPB-OPM, sehingga mengakibatkan empat orang meninggal dunia.

“Kekerasan terhadap tiga orang anak di Kampung Yuwanain, Distrik Arso, Kabupaten Keerom yang diduga kuat dilakukan oleh anggota TNI yang mengakibatkan tiga orang anak mengalami luka-luka, dan satu di antaranya dinyatakan kritis,” ujarnya lagi.

Dia mengatakan selain kasus kekerasan tersebut, pihaknya juga memberikan perhatian pada sidang pelanggaran HAM berat kasus Paniai Berdarah 2014.

Terkait itu, Komnas HAM RI Perwakilan Papua menyampaikan keprihatinan dan penyesalan atas putusan Pengadilan HAM Berat Makassar yang membebaskan pelaku.

“Sehingga kami menyampaikan catatan, antara lain tindakan kekerasan yang berulang setiap tahun di Tanah Papua menunjukkan bahwa tingkat kesadaran HAM belum membaik seperti yang diharapkan. Kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah justru hanya melahirkan kekerasan baru,” katanya lagi.

Kemudian kekerasan terhadap kelompok usia anak mulai meningkat, sehingga ini menjadi preseden buruk dan berpotensi mengganggu upaya pemenuhan dan perlindungan terhadap hak-hak anak, ujarnya pula.

Rabu, 02 November 2022

Dikenal Memiliki Daya Tarik Alam Berlimpah, UU DOB Papua Siap Jembatani Masa Depan

Dengan julukan Bumi Cenderawasih, Papua dikenal. Diketahui Papua sendiri memiliki daya tarik sumber daya alam yang berlimpah. Bahkan tembaga, emas, dan perak terkandung di Tanah Papua. Kecantian alam daerah di ujung timur Indonesia ini banyak juga yang belum terjamah oleh tangan manusia. Keanekaragaman sosial dan budaya di Papua juga menjadi keunikan tersendiri.

Namun, potensi yang dimiliki Papua, baik kekayaan maupun kecantikan alam termasuk kekayaan suku dan adat masyarakat Papua, belum dikembangkan secara maksimal. Selain itu, beberapa daerah di Papua belum tersentuh pembangunan. Sebaran penduduk Papua juga tidak sebanding dengan luas wilayahnya.

Melihat berbagai potensi Tanah Papua, Pemerintah menampung aspirasi dari berbagai pihak untuk menyusun Rancangan Undang Undang (RUU) pembentukan tiga Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua yakni RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Selatan, RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Tengah, dan RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Pegunungan.

Pada 7 April 2022, Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat menerima laporan dari Panitia Kerja (Panja) atas ketiga RUU DOB Papua tersebut yang kemudian menyepakati RUU DOB Papua menjadi Insiatif DPR-RI dalam Rapat Pleno Pengambilan Keputusan atas Hasil Harmonisasi RUU pembentukan tiga DOB Papua.

Pemekaran di Tanah Papua ini diyakini menjadi kunci untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua dan membantu laju percepatan peningkatan ekonomi. Mengingat betapa luasnya wilayah Papua, pemekaran tiga DOB Papua yang baru akan mempercepat pelayanan kemasyarakat. Pusat pemerintahan daerah yang akan lahir akan lebih mudah menjangkau masyarakat dalam pemberian layanan publik.

Tak hanya itu, pemekaran DOB Papua juga akan diikuti dengan pembangunan fasilitas-fasilitas penunjang untuk meningkatkan kemampuan masyarakat di Tanah Papua, seperti fasilitas pendidikan yang akan memperbaiki taraf hidup masyarakat demi kesejahteraan masyarakat Papua.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (MenkoPolhukam), Mahfud MD, menjelaskan bahwa RUU DOB Papua ini bukan tanpa alasan. Banyak masyarakat Papua memberikan aspirasi terkait pemekaran provinsi di Papua yang sebelumnya hanya berjumlah dua, yakni Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

“Tuntutan pembentukan DOB di Papua bukan tanpa alasan yang realistis dan strategis, apabila melihat kondisi geografi, demografi, dan kondisi sosial budaya di Papua,” jelas MenkoPolhukam pada Selasa, 30 November 2021, dalam acara coffee morning yang mengusung tema ‘Rancangan Undang-Undang Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua’ yang diadakan di Kantor KemenkoPolhukam.

Tak hanya sebagai bentuk pewujudan aspirasi masyarakat Papua, menurut Mahfud, RUU DOB ini menjadi kepentingan strategis Indonesia yang ke depannya dinilai akan mengokohkan NKRI. Pemekaran provinsi di Tanah Papua ini dinilai bisa meningkatkan laju percepatan pembangunan kesejahteraan masyarakat lokal Papua.

Setelah melalui proses yang cukup panjang dan berliku, RUU DOB akhirnya menemui titik terang di pembahasan Gedung Parlemen. Pada 30 Juni 2022, RUU DOB resmi disahkan pada Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) menjadi Undang-Undang (UU) DOB. Pengesahan UU DOB ini pun menjadi pertanda resminya pula tiga provinsi baru di Tanah Papua, yakni Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan.

Pengesahan UU DOB diharapkan menjadi asa bagi masyarakat lokal Papua untuk mendapatkan percepatan pembangunan dan peningkatan. Anggota DPR RI Daerah Pemilihan (Dapil) Papua, Mesakh Mirin, menaruh harapannya pada UU DOB agar bisa membuka akses pembangunan di daerah yang akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat Papua.

“Harapannya adalah provinsi baru ini dapat memberikan manfaat besar bagi masyarakat Papua karena selama ini hanya dua provinsi, Papua dan Papua Barat sehingga jangkauan dan akses untuk transportasi dari kabupaten keprovinsi sangat sulit,” ungkapnya.

Sejak 5 September, pembentukan tiga DOB Papua dimotori oleh Kementerian Dalam Negeri yang dipimpin langsung oleh Wakil Menteri Dalam Negeri, John Wempi Wetipo, dengan menurunkan Satuan Tugas (Satgas) DOB Papua.

Pelaksanaan pembentukan ini juga didukung oleh berbagai kementerian dan lembaga terkait pemerintah Provinsi Papua sebagai provinsi induk beserta pemerintah kota dan kabupatennya.

Dengan adanya total 5 provinsi di Tanah Papua, nampaknya DOB Papua akan menjadi angin segar yang menghidupkan api pengharapan bagi masyarakat Papua untuk bisa keluar dari keterasingan akibat sulitnya akses menuju Bumi Cenderawasih untuk mengelola semua kekayaan alam yang melimpah di ujung timur Indonesia.

Senin, 06 Juni 2022

Polisi Tangkap Koordinator Aksi Lapangan Tolak DOB dan Otsus

Koordinator Lapangan Umum, Petisi Rakyat Papua (PRP) Gerson Pigai mengatakan pihak kepolisian menangkap Koordinator Aksi Lapangan Mikelda Petege dan Amiron Edowai, di sekitar Gapura Uncen. Penangkapan dilakukan usai polisi membubarkan paksa aksi massa di depan kampus Uncen dan Kampus USTJ. 

“Kami mendapatkan informasi dari lapangan, mereka ditangkap usai polisi membubarkan aksi di dua titik yang sempat terjadi pemukulan,”katanya kepada Jubi saat ditemui di tempat aksi di Abepura, Jumat (3/6/2022). 

Pigai mengatakan, pihaknya mendapatkan informasi penangkapan, dari pengunjuk rasa yang saat itu bersama sama melakukan unjuk rasa di Kampus Uncen Abepura.

“Setelah melacak informasi, barulah kami mengetahui , koordinator lapangan di titik Uncen Mikelda Petege ditangkap dan ditahan di Polres Jayapura,”katanya.

Koordinator Litigasi, Koalisi Pengacara Hukum dan HAM Papua Emanuel Gobay membenarkan adanya penangkapan terhadap mahasiswa atas nama Mikelda Petege dan Edowai.

“Kami sudah berkoordinasi dengan Kapolsek Abepura. Kapolseksudah berkoordinasi dengan Polsek- Polsek tetangga dan Polres Kota Jayapura, terkait keberadaan dua mahasiswa yang ditangkap oleh aparat keamanan,”katanya.

Gobai meminta agar kedua mahasiswa Mikelda Petege dan Amiron Edowai harus dipulangkan ke rumah. Sebab mereka tidak melakukan pelanggaran hukum dalam aksi.

“Saya harap agar mereka dipulangkan. Sebab mereka melakukan aksi itu sesuai dengan aturan,”katanya.

Sebab aksi demonstrasi dilakukan secara damai, akan tetapi polisi melakukan pemukulan terhadap massa demonstran yang menyuarakan penolakan pemekaran. Sementara itu, Kapolresta Jayapura Kota, AKBP Victor Mackbon menyatakan tidak ada massa demonstrasi penolakan pemekaran yang ditahan. Ia juga mengklaim jika  kepolisian melakukan pengamanan sesuai prosedur. 

“Terima kasih kepada massa (masyarakat) lain yang memang paham ini (aksi) tidak dikasih izin dan mereka tidak ikut. Ini yang perlu diedukasi,” kata Mackbon kepada wartawan di Perumnas 3 Waena, Jumat (03/06/2022).

Jumat, 03 Juni 2022

Polisi Berjaga di Abepura Untuk Siap Menghadapi Massa Aksi PRP

Untuk mengamankan massa aksi yang tergabung dalam Petisi Rakyat Papua (PRP) yang berencana menggelar unjuk rasa dengan agenda mencabut otsus, menolak DOB dan gelar referendum di Tanah Papua, aparat keamanan sudah mendatangi sejumlah titik kumpul masa aksi PRP sejak sekiatar pukul 07.00 WP. Polisi sudah berjaga-jaga di Abepura, Depan Asrama Mimika, Ekspo Waena, Perumnas III dan Kampus Uncen Abe.

Di Ekspo hingga pukul 07.35 WP belum ada massa aksi yang turun ke titik kumpul untuk melakukan aksi di Ekspo. Sementara di Perumnas III massa aksi sudah melakukan orasi pada pukul 07.00 WP. Juru bicara Petisi Rakyat Papua (PRP) Jefri Wenda mengatakan, pihaknya akan tetap turun jalan menyampaikan aspirasi penolakan mencabut Otsus, menolak DOB dan gelar referendum di Tanah Papua.

“Kami akan turun jalan, aparat kemanan tidak boleh represif terhadap masa aksi. Sebab mereka mau menyampaikan aspirasi kepada DPRP. Jadi hendaknya polisi bertugas mengawal aksi tersebut,” katanya.

 Sehari sebelumnya, Kapolres Kota Jayapura, Victor Mackbon mengatakan ribuan personel Polri dan TNI disiagakan, untuk mencegah terjadinya hal tak diinginkan. Kata dia, polisi tidak ingin peristiwa akhir Agustus 2019, kembali terjadi di Kota Jayapura. Ketika itu ujuk rasa anti rasisme di ibu kota Provinsi Papua tersebut berakhir rusuh.

Polisi, menurutnya tidak melarang unjuk rasa, selama memenuhi aturan, dan berlangsung damai. Pengunjuk rasa juga tidak diizinkan melakukan long march ke Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Papua atau DPRP, untuk menyampaikan aspirasinya.

“Kami sudah membangun komunikasi dengan penanggung jawab, kalau bisa memenuhi syarat sesuai dengan Undang-Undang Tahun 98 kami persilakan. Tapi kalau tidak, mohon maaf, tentunya kita akan melakukan upaya-upaya. Tetap akan kami fasilitasi. Kami sudah bilang, kalau butuh kendaraan, kami akan fasilitasi. Tujuan ke DPR apa, naik mobil itu. Sampaikan aspirasi. Kami tidak melarang, tetapi caranya yang diubah. Tidak dengan cara long march,” kata Victor Mackbon, Kamis (2/6/2022).