Selasa, 21 Februari 2023

Gerakan Papua Mengajar Terus Berkembang, Kini Punya 13 Kelompok Belajar

Sekretaris Umum Gerakan Papua Mengajar atau GPM, Orgenes Ukago mengatakan GPM yang didirikan pada 20 Februari 2013 lalu telah berkembang dan menginisiasi 13 kelompok belajar yang tersebar di tiga wilayah adat di Tanah Papua. Sejumlah 13 kelompok belajar itu digerakkan oleh para relawan yang mengajar anak usia dini dan anak usia sekolah membaca dan berhitung.

Gerakan Papua Mengajar merupakan sebuah gerakan yang peduli Pendidikan yang berawal dari keprihatinan terhadap kondisi Pendidikan di Papua. GPM diinisiasi oleh sejumlah pemuda Papua untuk mengajar anak usia dini dan anak usia sekolah yang termarjinal di pinggiran kota, agar mereka mendapatkan pendidikan alternatif yang mengajarkan membaca, berhitung, dan kearifan lokal Papua.

Ukago mengatakan semenjak Gerakan Papua Mengajar didirikan, kelompok relawan itu telah menginisiasi 13 kelompok belajar yang tersebar di tiga wilayah adat di Tanah Papua. Sejumlah 13 kelompok belajar itu berkegiatan di Kabupaten dan Kota Jayapura (Wilayah Adat Mamta), Kabupaten Nabire (Wilayah Adat Saireri), maupun Kabupaten Paniai dan Deiyai (Wilayah Adat Meepago).

“Di Jayapura ada dua kelompok belajar, sementara di Nabire ada tujuh kelompok belajar. Di Kabupaten Deiyai ada tiga kelompok belajar, sementara di Paniai ada satu kelompok belajar,” kata Ukago saat dihubungi melalui panggilan telepon pada Selasa (21/2/2023).

Sejumlah 13 kelompok belajar itu digerakkan oleh sekitar 30 relawan Gerakan Papua Mengajar, namun sebagian diantaranya tidak aktif mengajar. “Relawan kami berjumlah 30-an relawan. [Relawan] yang pasif tidak terlibat dalam proses belajar mengajar,” katanya.

Ukago mengakui ada sejumlah kelompok belajar yang saat ini tidak aktif mengajar. Hal itu disebabkan para relawannya telah selesai berkuliah dan telah bekerja.

“Kelompok belajar yang masih aktif seperti di Kota Jayapura, Kabupaten Nabire, dan Kabupaten Deiyai. Kelompok belajar ada yang tidak aktif juga, seperti di Jayapura, karena sebagian relawan mahasiswa telah selesai kuliah. Hal serupa juga terjadi di Nabire. [Relawan] mahasiswa yang selesai [berkuliah] kemudian [pulang ke kampung halamannya], mendirikan tempat belajar di kampung,” katanya.

Melalui momentum hari jadi GPM ke-10, Ukago mengatakan pihaknya akan melakukan evaluasi terkait para relawan dan kelompok belajar yang selama ini tidak aktif. “Evaluasi digelar untuk mendorong kelompok belajar yang tidak aktif agar diaktifkan kembali, agar anak-anak Papua bisa mendapatkan pendidikan alternatif,” katanya.

Ukago mengatakan pihaknya menerima banyak permintaan dari berbagai daerah untuk membuka kelompok belajar Gerakan Papua Mengajar baru. Ada juga generasi muda Papua yang ingin menjadi relawan GPM.

“Ada beberapa teman yang sudah membentuk kelompok belajar sendiri di beberapa daerah, dan mereka meminta GPM untuk menggabungkan kelompok belajar mereka [dalam jaringan kelompok belajar GPM]. Namun kami bilang, jalani dulu prosesnya, karena apa yang kami lakukan ini murni kerelaan berdasarkan kesadaran dari relawan itu sendiri,” katanya.

Ukago mengatakan relawan GPM mengajar anak-anak Papua dengan sukarela, tanpa digaji dari pihak atau Lembaga apapun. “GPM tidak akan gaji mereka [relawan], sebab GPM lahir atas kerelaan dan kesadaran realita kehidupan orang Papua, khususnya anak-anak. Kalau pemuda pemudi Papua lain mau buka cabang GPM tanpa digaji, silahkan saja, karena itu baik untuk anak-anak Papua,” ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar