Komisi Nasional Hak Asasi Manusia HAM (Komnas HAM) Perwakilan Papua meminta pemerintah di tiga daerah otonomi baru (DOB) agar memperhatikan hak masyarakat asli/pribumi sesuai nilai-nilai dan prinsip HAM.
Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Papua Frits Ramandey saat peringatan Hari Hak Asasi Manusia, di Jayapura, Sabtu, mengatakan pihaknya menyerukan agar kekerasan terhadap anak-anak di Papua dihentikan termasuk oknum anggota TNI yang terlibat harus dimintai pertanggungjawaban sesuai mekanisme hukum formal yang berlaku.
Selain itu, kata dia lagi, agar Kelompok Sipil Bersenjata (KSB) dan aparat keamanan tidak menjadikan warga sipil sebagai sasaran kekerasan.
“Sehingga kami juga meminta pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait, agar melakukan upaya pemulihan guna menciptakan iklim hidup yang kondusif tanpa kekerasan,” katanya dilansir Antara, Minggu (11/12)
Melalui momentum peringatan Hari HAM Sedunia ke-74, Komnas HAM Perwakilan Papua juga menyampaikan beberapa kasus kekerasan terjadi selama 2022 yang menjadi perhatian publik, seperti kekerasan terhadap tujuh orang anak di Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah yang diduga dilakukan oleh anggota TNI Batalion 521 Brigif Kodam Brawijaya yang bertugas di Pos PT Modern, Kampung Sinak, Kabupaten Puncak pada 23-24 Februari 2022.
Selanjutnya, pembunuhan terhadap 12 orang warga sipil di Kampung Nogolaid, Distrik Kenyam, Kabupaten Nduga pada 16 Juli 2022. Aksi tersebut diduga kuat dilakukan oleh KSB yang merupakan bagian dari Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) pimpinan Egianus Kogoya.
Akibatnya 10 orang dinyatakan meninggal dunia dan dua orang lainnya luka-luka.
Kemudian, kata dia lagi, kekerasan terhadap Bripda Diego Rumaropen pada 18 Juli 2022 di Kampung Napua, Wamena yang diduga dilakukan oleh KSB, sehingga mengakibatkan korban meninggal dunia akibat luka bacok dan para pelaku merampas dua pucuk senjata api.
“Kekerasan terhadap seorang warga sipil di Yahukimo pada 19 Juli 2022 di mana diduga kuat pelaku merupakan anggota KSB,” ujarnya lagi.
Dia menjelaskan, pihaknya juga mencatat terjadi pembunuhan dan mutilasi terhadap empat warga sipil asal Kabupaten Nduga yang berdomisili di Kabupaten Mimika, Papua Tengah pada 22 Agustus 2022 yang diduga dilakukan oleh enam orang anggota TNI dari Satuan Brigif R/20/IJK/3) bersama 4 warga sipil.
Selain itu, kekerasan terhadap dua warga sipil di Kampung Mememu, Distrik Edera, Kabupaten Mappi pada 30-31 Agustus 2022 yang diduga dilakukan oleh anggota TNI Batalion Infanteri 600/Modang.
“Akibatnya salah satu korban dinyatakan meninggal dunia, dan seminggu sebelumnya juga diduga para pelaku melakukan kekerasan terhadap empat warga sipil,” katanya lagi.
Selanjutnya, kata dia, pembunuhan terhadap 14 pekerja jalan di Kampung Majnic, Distrik Moskona Barat, Kabupaten Teluk Bintuni pada 29 September 2022 yang diduga kuat melibatkan kelompok TPNPB-OPM, sehingga mengakibatkan empat orang meninggal dunia.
“Kekerasan terhadap tiga orang anak di Kampung Yuwanain, Distrik Arso, Kabupaten Keerom yang diduga kuat dilakukan oleh anggota TNI yang mengakibatkan tiga orang anak mengalami luka-luka, dan satu di antaranya dinyatakan kritis,” ujarnya lagi.
Dia mengatakan selain kasus kekerasan tersebut, pihaknya juga memberikan perhatian pada sidang pelanggaran HAM berat kasus Paniai Berdarah 2014.
Terkait itu, Komnas HAM RI Perwakilan Papua menyampaikan keprihatinan dan penyesalan atas putusan Pengadilan HAM Berat Makassar yang membebaskan pelaku.
“Sehingga kami menyampaikan catatan, antara lain tindakan kekerasan yang berulang setiap tahun di Tanah Papua menunjukkan bahwa tingkat kesadaran HAM belum membaik seperti yang diharapkan. Kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah justru hanya melahirkan kekerasan baru,” katanya lagi.
Kemudian kekerasan terhadap kelompok usia anak mulai meningkat, sehingga ini menjadi preseden buruk dan berpotensi mengganggu upaya pemenuhan dan perlindungan terhadap hak-hak anak, ujarnya pula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar