Komunitas jurnalis Papua di Kota Jayapura melakukan demonstrasi menyerukan penundaan pengesahan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau RUU KUHP, pada Senin (5/12/2022). RKUHP yang rencana akan disahkan oleh DPR RI di Jakarta pada Selasa (6/12/2022) yang dinilai menghambat kerja-kerja jurnalis.
Aksi unjuk rasa yang berlangsung sekitar pukul 10.00 WP hingga pukul 11.00 WP itu diikuti sekitar 20 jurnalis di Papua baik media cetak, online, televisi, dan radio. Aksi itu diinisiasi komunitas jurnalis Papua yang terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen, Forum Jurnalis Perempuan Indonesia, Persatuan Wartawan Indonesia, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia, dan lembaga komunitas pers lainnya.
Para jurnalis tidak hanya menggelar unjuk rasa penolakan pengesahan RKUHP di Taman Imbi namun juga di halaman Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Papua.
Ketua AJI Jayapura, Lucky Ireeuw, menyatakan pengesahan RKUHP akan berdampak besar bagi kebebasan pers di Indonesia khususnya di Papua. Insan pers tidak bebas meliput karena merasa takut adanya ancaman pidana penjara.
“Jurnalis Papua menolak pengesahan RKUHP pada Selasa esok. Regulasi ini akan menghambat kebebasan pers di tengah era demokrasi, ” kata Lucky dalam orasinya.
Salah seorang wartawan Papua, Hengky Yeimo, dalam orasinya mengatakan RKUHP dapat menyebabkan jurnalis tak dapat memberikan kritik kepada lembaga negara apabila terjadi ketidakadilan di tengah masyarakat.
Anggota Komisi I DPR Papua, Yonas Papua, menyatakan pihaknya menerima aspirasi para jurnalis Papua yang menolak pengesahan RKUHP. Ia menilai aksi penolakan RKUHP juga terjadi di seluruh daerah di Indonesia.
“Hal ini menjadi keprihatinan kami semua. Kami bersama pimpinan DPR Papua akan membahas dan meneruskan aspirasi ke pusat, ” ujarnya.
Diketahui terdapat 19 pasal dalam RKUHP yang berpotensi menghambat kebebasan pers. Pasal 188 yang mengatur tentang tindak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
Pasal 218, Pasal 219 dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden. Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap Pemerintah.
Selain itu ada Pasal 263 yang mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong. Pasal 264 yang mengatur tindak pidana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap.
Pasal 280 yang mengatur tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan. Pasal 302, Pasal 303, dan Pasal 304 yang memuat tentang tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan.
Pasal 351 dan Pasal 352 yang mengatur tentang penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara. Pasal 440 yang mengatur tindak pidana penghinaan ringan, Pasal 437 mengatur tindak pidana pencemaran. Pasal 443 mengatur tindak pidana pencemaran orang mati, Pasal 598 dan Pasal 599 mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar