Minggu, 06 November 2022

LBH Siap Bantu Korban Penganiayaan di Pos Damai Cartenz Keerom

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan atau APIK Jayapura, Nur Aida Duwila menyatakan sejumlah lembaga bantuan hukum di Papua memberikan pendampingan hukum terhadap tiga anak yang menjadi korban penganiayaan yang diduga dilakukan prajurit TNI AD di Kabupaten Keerom.

Pendampingan itu untuk memastikan para pelaku diproses hukum dan para korban mendapatkan pemulihan psikososial.

Nur menyatakan sejumlah lembaga bantuan hukum LBH yang akan melakukan pendamping itu adalah Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan atau APIK Jayapura,Pos Bantuan Hukum Cenderawasih, Lembaga Pengkajian Pemberdayaan Perempuan dan Anak Papua atau LP3A-P, dan Perhimpunan Advokat Indonesia atau Peradi Kota Jayapura.

“Pengacara di Peradi Jayapura ada yang siap membantu,” kata Nur kepada Jubi, pada Kamis (3/11/2022) malam.

Rahmat Paisei (14) bersama Bastian Bate (13), dan Laurents Kaung (11) diduga dianiayai di Pos Satuan Tugas (Satgas) Damai Cartenz, Jalan Maleo, Kampung Yuwanain, Arso II, Distrik Arso, Kabupaten Keerom. Ketiga anak itu dianiayai menggunakan rantai, gulungan kawat dan selang air hingga harus menjalani perawatan di rumah sakit.

Menurut Nur, para prajurit TNI AD yang menganiaya ketiga anak itu harus mempertanggung jawab perbuatan mereka. “Proses hukum harus tuntas. Bagaimana pun, apa pun, akan kami lakukan. Komitmen kami [pelaku] harus diproses hukum. Intinya sesalah apapun anak itu, ada penyelesaian. Kalau mereka dituduh mencuri, ada pihak pihak kepolisian yang bisa memproses mereka,” ujarnya.

Nur menyatakan kekerasan yang diduga dilakukan prajurit TNI akan menambah daftar kekerasan di Papua. Menurut Nur tidak seharusnya ketiga anak itu dianiayai. “Tidak ada ‘ko mencuri jadi saya pukul kau’, tidak seperti itu. Kalau dia mencuri, lapor polisi, polisi yang melakukan proses hukum, bukan dianiaya,” katanya.

Nur menyatakan kekerasan yang diterima anak-anak ini dikhawatirkan akan terbawah hingga mereka dewasa. Hal itu tentu akan dapat membuat mereka melakukan kekerasan kepada generasi berikutnya.

Nur menyatakan semua pihak memiliki tanggung jawab untuk memutus rantai kekerasan terhadap orang Papua, terutama terhadap anak-anak Papua. Pemutusan rantai kekerasan penting agar tidak ada generasi berikutnya tidak mengalami hal yang sama yang dialami tiga anak-anak di Keerom itu. “Hari ini kami punya komitmen untuk tidak lagi melakukan kekerasan terhadap anak seperti itu,” ujarnya.

Direktur Lembaga Pengkajian Pemberdayaan Perempuan dan Anak Papua, Siti Akmianti menyatakan masih menunggu informasi dari koalisi untuk melakukan pendampingan terhadap 3 anak di Keerom itu.

“Kami LP3A-P belum bisa memberikan informasi [bentuk pendampingan], sebab kami belum mengetahui perkembangan dari tim koalisi untuk advokasi kasus kekerasan itu,” kata Sita.

Orangtua Rahmat, Elvi Yoku menyatakan telah menyerahkan proses hukum untuk ditangani tim lembaga bantuan hukum, Komnas HAM Papua dan Pomdam XVII/Cenderawasih. Ia berharap pelaku penganiayaan terhadap anaknya dan kedua temannya diproses hukum.

“Mama sudah serahkan [proses hukum para pelaku] kepada mereka. Jadi selanjutnya saya dengar dari mereka,” kata Yoku.

Yoku menyatakan hingga saat ini anaknya Rahmat masih menjalani perawatan di Rumah Sakit Angkatan Darat Marthen Indey di Kota Jayapura. Ia menyatakan kondisi Rahmat belum membaik. Anaknya masih susah makan dan sering muntah. “Masih muntah. Hari ini muntah dua kali, muntahnya kuning sekali,” ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar