Tampilkan postingan dengan label keluarga. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label keluarga. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 21 Januari 2023

Akhirnya Keluarga Diberi Ruang Bisa Jenguk Lukas Enembe

 

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempersilakan pihak keluarga untuk menjenguk Lukas Enembe, namun ada prosedur yang harus diikuti.

“Pasti dibolehkan, sepanjang prosedurnya dilakukan dengan dia harus berkirim surat ke penyidik,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta.

Ali menerangkan penyidik KPK sebelumnya menolak beberapa pengajuan izin besuk untuk Lukas Enembe.

Penolakan tersebut dilakukan lantaran penyidik menemukan data pembesuk yang tidak sesuai dengan identitas.

“Memang pernah diajukan, tapi data dalam pengajuan berbeda dengan identitas sehingga kami tolak ketika identitas data yang diberikan berbeda,” ujarnya.

Pernyataan tersebut disampaikan Ali Fikri menanggapi pertanyaan keluarga Lukas Enembe yang mendesak KPK agar membuka akses bagi keluarga dan pengacara untuk bisa menjenguk Lukas yang saat ini menjalani perawatan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta Pusat.

“Kami keluarga hingga pengacara tidak bisa bertemu dengan Bapak Lukas Enembe. Kami ke rumah sakit untuk melihat kondisi bapak tapi akses pun susah. Belum lagi penyidik KPK tidak memberikan ‘update’,” kata Elius Enembe saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

Adik Lukas Enembe tersebut mengunjungi Paviliun Kartika RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, bersama anggota keluarga lainnya untuk bertemu Lukas.

Penyidik KPK saat ini membantarkan penahanan Lukas Enembe ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta Pusat.

Ali Fikri menerangkan pembantaran tersebut dilakukan hanya untuk pemantauan kesehatan Lukas Enembe dan bersangkutan dalam kondisi sehat.

KPK telah mengantongi surat dari tim medis yang menyatakan Lukas Enembe dalam kondisi fit serta layak untuk diperiksa dan disidangkan.

KPK telah menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Provinsi Papua

Selain Lukas Enembe, KPK menetapkan Direktur PT Tabi Bangun Papua (TBP) Rijatono Lakka (RL) sebagai tersangka dalam kasus itu.

Tersangka Rijatono Lakka diduga menyerahkan uang kepada Lukas Enembe sekitar Rp1 miliar setelah terpilih mengerjakan tiga proyek infrastruktur di Pemprov Papua, yakni proyek multiyears peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar, proyek multiyears rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar, serta proyek multiyears penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.

KPK menduga Lukas Enembe telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya di mana berdasarkan bukti permulaan sejauh ini berjumlah sekitar Rp10 miliar.

Untuk kepentingan penyidikan, KPK telah menahan Lukas Enembe selama 20 hari ke depan pada 11-30 Januari 2023 di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.

Sementara tersangka Rijatono telah terlebih dahulu ditahan selama 20 hari pertama pada 5-24 Januari 2023 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK.

Lukas Enembe Masuk Rumah Sakit, Keluarga Tak Boleh Bertemu

Keluarga Gubernur Papua Lukas Enembe mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar membuka akses bagi keluarga dan pengacara untuk bisa menjenguk Lukas yang saat ini menjalani perawatan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto.

“Kami keluarga hingga pengacara tidak bisa bertemu dengan bapak Lukas Enembe. Kami ke rumah sakit untuk melihat kondisi bapak tapi akses pun susah. Belum lagi penyidik KPK tidak memberikan update,” kata Elius Enembe saat dikonfirmasi di Jakarta dilansir Antara, Kamis.

Adik Lukas Enembe tersebut mengunjungi Paviliun Kartika, RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, bersama anggota keluarga lainnya untuk bertemu Lukas.

Elius mengatakan sang kakak, Lukas Enembe, memang memiliki penyakit komplikasi, seperti ginjal, jantung dan diabetes.

“Kemarin kita pihak keluarga dapat keterangan dari pimpinan rumah sakit bahwa bapak itu sakit kronis ginjal. Saat ini bapak juga pakai popok dan kencing di atas tempat tidur, ini sangat prihatin,” kata dia.

Elius menerangkan saat ini Lukas Enembe masih menjabat sebagai Gubernur Papua mengingat belum ada surat dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk menonaktifkan dirinya.

Di tempat yang sama, Dokter Pribadi Lukas Enembe, Anton Tony Motte, mengatakan dirinya telah bertemu dengan komite medik RSPAD Gatot Soebroto. Saat ini Lukas masih menjalani perawatan di paviliun Gatot Subroto.

“Dari penjelasan dokter RSPAD dijelaskan bahwa Lukas Enembe perlu dirawat. Pasalnya mengalami penyakit komplikasi seperti stroke, gagal ginjal kronis, diabetes melitus dan hipertensi. Dan saat ini Lukas Enembe menjalani perawatan hingga beberapa waktu ke depan,” terangnya.

Di sisi lain, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan Gubernur Papua Lukas Enembe dalam kondisi fit dan layak menjalani pemeriksaan, bahkan hingga persidangan, meskipun dia mengalami pembantaran penahanan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta.

“Dalam konteks pemeriksaan, sebenarnya bisa dilakukan, karena hasil dari asesmen IDI (Ikatan Dokter Indonesia) sudah sangat jelas ya. Artinya, dia bisa diperiksa pada proses penyidikan maupun penuntutan, bahkan sampai ke persidangan itu bisa,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta.

Ali menjelaskan pembantaran penahanan terhadap Lukas Enembe dilakukan karena yang bersangkutan mengeluhkan kondisi kesehatannya.

Oleh karenanya, lembaga anti rasuah itu kemudian membantarkan Lukas Enembe ke RSPAD Gatot Soebroto untuk menjalani pemeriksaan kesehatan secara mendalam, sehingga tidak ada keraguan soal kondisi kesehatan saat dia diperiksa penyidik.

Rabu, 18 Januari 2023

Keluarga Tidak Bisa Bertemu Dengan Lukas Enembe di RSPAD

Keluarga Gubernur Papua Lukas Enembe mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar membuka akses bagi keluarga dan pengacara untuk bisa menjenguk Lukas yang saat ini menjalani perawatan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto.

“Kami keluarga hingga pengacara tidak bisa bertemu dengan bapak Lukas Enembe. Kami ke rumah sakit untuk melihat kondisi bapak tapi akses pun susah. Belum lagi penyidik KPK tidak memberikan update,” kata Elius Enembe saat dikonfirmasi di Jakarta dilansir Antara, Kamis.

Adik Lukas Enembe tersebut pada Rabu (18/1) mengunjungi Paviliun Kartika, RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, bersama anggota keluarga lainnya untuk bertemu Lukas.

Elius mengatakan sang kakak, Lukas Enembe, memang memiliki penyakit komplikasi, seperti ginjal, jantung dan diabetes.

“Kemarin kita pihak keluarga dapat keterangan dari pimpinan rumah sakit bahwa bapak itu sakit kronis ginjal. Saat ini bapak juga pakai popok dan kencing di atas tempat tidur, ini sangat prihatin,” kata dia.

Elius menerangkan saat ini Lukas Enembe masih menjabat sebagai Gubernur Papua mengingat belum ada surat dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk menonaktifkan dirinya.

Di tempat yang sama, Dokter Pribadi Lukas Enembe, Anton Tony Motte, mengatakan dirinya telah bertemu dengan komite medik RSPAD Gatot Soebroto. Saat ini Lukas masih menjalani perawatan di paviliun Gatot Subroto.

“Dari penjelasan dokter RSPAD dijelaskan bahwa Lukas Enembe perlu dirawat. Pasalnya mengalami penyakit komplikasi seperti stroke, gagal ginjal kronis, diabetes melitus dan hipertensi. Dan saat ini Lukas Enembe menjalani perawatan hingga beberapa waktu ke depan,” terangnya.

Di sisi lain, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan Gubernur Papua Lukas Enembe dalam kondisi fit dan layak menjalani pemeriksaan, bahkan hingga persidangan, meskipun dia mengalami pembantaran penahanan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta.

“Dalam konteks pemeriksaan, sebenarnya bisa dilakukan, karena hasil dari asesmen IDI (Ikatan Dokter Indonesia) sudah sangat jelas ya. Artinya, dia bisa diperiksa pada proses penyidikan maupun penuntutan, bahkan sampai ke persidangan itu bisa,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta.

Ali menjelaskan pembantaran penahanan terhadap Lukas Enembe dilakukan karena yang bersangkutan mengeluhkan kondisi kesehatannya.

Oleh karenanya, lembaga anti rasuah itu kemudian membantarkan Lukas Enembe ke RSPAD Gatot Soebroto untuk menjalani pemeriksaan kesehatan secara mendalam, sehingga tidak ada keraguan soal kondisi kesehatan saat dia diperiksa penyidik.

Selasa, 06 September 2022

Keluarga Korban Mutilasi Berikan Rekomendasikan 5 Poin untuk Tim DPR Papua

Keluarga empat warga asal Nduga yang menjadi korban pembunuhan di Kabupaten Mimika, Papua pada 22 Agustus 2022, merekomendasikan lima poin kepada tim DPR Papua yang turun ke Timika, pekan lalu. Tim DPR Papua itu terdiri dari anggota Komisi III, Yakoba Lokbere, yang merupakan Wakil Ketua Kelompok Khusus, anggota Komisi I, Laurenzus Kadepa, dari Fraksi NasDem, Las Nirigi dari Fraksi Gerindra, dan anggota Komisi V, Namantus Gwijangge, dari Fraksi NasDem.

Laurenzus Kadepa mengatakan rekomendasi dari keluarga korban, yakni DPR Papua perlu mengawasi dan mendorong pengungkapan kasus penembakan dan mutilasi, agar pelaku diproses hukum secara transparan.

DPR Papua harus memastikan sanksi yang maksimal buat para pelaku, agar efek jera bagi pelaku serta memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban.

“Keluarga korban ingin DPR Papua [mendorong] evaluasi pendekatan keamanan yang dilakukan oleh TNI melalui pasukan organik, agar pendekatannya bukan pendekatan kekerasan akan tetapi lebih humanis terhadap masyarakat sipil di Papua, termasuk membatasi dan mengontrol kehadiran pasukan organik dan non organik yang berlebihan di wilayah-wilayah konflik di Papua,” kata Laurenzus Kadepa saat menghubungi Jubi, Selasa (6/9/2022).

Menurutnya, keluarga korban berpendapat, DPR Papua perlu mengevaluasi kinerja aparat kepolisian dalam menjaga kamtibmas di seluruh wilayah Papua.

Untuk mengawasi dan mengevaluasi kinerja aparat keamanan dan kepolisian serta pengungkapan kasus penembakan dan mutilasi terhadap empat warga sipil asal Nduga di Timika, DPR Papua dinilai perlu membentuk panitia khusus agar dapat mengawasi penyelesaikan kasus ini secara komprehensif dan berdampak bagi keluarga korban serta penegakan hukum dan HAM di Papua.

“Keluarga korban juga meminta DPR Papua mendorong Komnas HAM RI membentuk tim investigasi penembakan dan mutilasi empat warga sipil asal Nduga itu, agar kasus ini dapat diselesaikan melalui mekanisme Pengadilan HAM Berat,” ucapnya.

Laurenzus Kadepa mengatakan selama berada di Mimika, 31 Agustus-4 September 2022, tim DPR Papua mendengar langsung kronologis kejadian dari keluarga korban, dan melihat kondisi korban di rumah sakit.

Tim DPR Papua juga memfasilitasi keluarga korban bertemu dengan kuasa hukum, dan memberi kuasa kepada penasehat hukum untuk mendampingi dalam proses hukum, baik proses pidana umum, pidana militer dan pelanggaran HAM Berat.

Katanya, kuasa hukum yang diberi kuasa berjumlah 24 pengacara dari enam LSM HAM, yang tergabung dalam Koalisi Penegakan Hukum dan HAM.

“Kami tim DPR Papua juga bertemu Forkopimda Kabupaten Nduga, Penjabat Bupati Nduga, Dandim Nduga, dan Kapolres Nduga serta tokoh masyarakat di Kabupaten Mimika,” ujarnya.

Selain itu menurutnya, DPR Papua juga memfasilitasi keluarga korban dan penaseihat hukumnya, bertemu Komisi Pengawas Polisi Nasional (Kompolnas) RI di Timika.