PT SDIC Papua Cement Indonesia yang masih beroperasi sejak saat ini di Maruni, Distrik Manokwari Selatan, Kabupaten Manokwari, Papua Barat terdaftar sebagai perusahaan yang memiliki tunggakan pajak. Hal itu teleh dikonfirmasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pemerintah Provinsi Papua Barat. Nilai tunggakan pajak dan denda PT SDIC Papua Cement Indonesia mencapai Rp20 miliar lebih. Usut punya usut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendampingi Pemerintah Provinsi Papua Barat telah mendatangi PT SDIC Papua Cement Indonesia.
“Hari ini KPK untuk kedua kalinya mendampingi Pemerintah
Papua Barat terkait kepatuhan pajak PT SDIC Papua Cement Indonesia. Hingga Mei
2022, [nilai tunggakan pajak dan denda mereka] sekitar Rp20 miliar,” kata
Kepala Satuan Tugas Wilayah V KPK, Dian Patria saat dikonfirmasi Jubi.
Dian mengatakan bahwa manajemen PT SDIC Papua Cement Indonesia berkeberatan dengan perhitungan tunggakan pajak Pemerintah Provinsi
Papua Barat itu. PT SDIC Papua Cement Indonesia beralasan tagihan pajak Pemerintah
Provinsi Papua Barat itu tidak sesuai dengan aturan Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat (PUPR).
“Saya sudah sampaikan ke Balai Sungai Kementrian PUPR, bahwa
pajak daerah terkait air permukaan itu merujuk kepada siapa pemberi ijin.
Pemberi izin [pemanfaaatan air oleh PT SDIC Papua Cement Indonesia adalah
Pemerintah Provinsi Papua Barat. Apalagi sudah ada Peraturan Gubernur Nomor 13
Tahun 2017, dan ada itungan-hitunganya,” kata Dian.
Menurut Dian, PT SDIC Papua Cement Indonesia telah
mengajukan keberatan atas tagihan pajak berikut dendanya yang secara total
mencapai Rp20 miliar lebih itu. Akan tetapi, Dian menyatakan PT SDIC Papua Cement Indonesia belum membayar 50 persen dari nilai tagihan pajak itu. Padahal,
demikian menurut Dian, keberatan atas tagihan pajak baru akan diterima dan
diproses jika wajib pajak telah membayar 50 persen dari total kewajiban pajak.
“Hari ini kami memastikan hal itu, sekaligus memasang plang
[tanda perusahaan menunggak pajak]. Plang itu tidak boleh dicopot sampai
tunggakan pajak dibayar. Tujuan kami penting, agar pelaku usaha tertib dalam
membayar pajak, dan pemerintah harus profesional” tegasnya.
Secara terpisah, Kepala Dinas Pendapatan Daerah Pemerintah
Provinsi Papua Barat, Charles Hutauruk mengatakan tagihan pajak PT SDIC Papua Cement Indonesia itu terkait penggunaan air permukaan untuk operasional
pembangkit listrik perusahaan semen asal China itu. Menurut Hutauruk, PT SDIC Papua Cement Indonesia sudah menunggak pajak air permukaan sejak 2017.
“Masalahnya, kami menegakan peraturan daerah dan peraturan
gubernur yang berlaku. Kalaupun ada
keberatan, harusnya mereka bayar 50 persen [dari nilai tagihan], baru lihat apa
keberatan utamanya,” ucap Hutauruk.
Menurutnya, manajemen PT SDIC Papua Cement Indonesia
beberapa kali berkonsultasi dan bersurat dengan Pemerintah Provinsi Papua
Barat, akan tetapi tidak pernah membahas masalah tagihan pajak itu. “Terakhir,
mereka bilang [masalah] penjualan [listrik] ke PLN Listriknya bayar pajak,
sedangkan yang dipakai sendiri tidak dibayar, itu kan tidak fair,” ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar