Selasa, 07 Juni 2022

Tak Disangka, Pabrik Semen di Manokwari Menunggak Pajak Padahal Masih Beroperasi

PT SDIC Papua Cement Indonesia yang masih beroperasi sejak saat ini di Maruni, Distrik Manokwari Selatan, Kabupaten Manokwari, Papua Barat terdaftar sebagai perusahaan yang memiliki tunggakan pajak. Hal itu teleh dikonfirmasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pemerintah Provinsi Papua Barat. Nilai tunggakan pajak dan denda PT SDIC Papua Cement Indonesia mencapai Rp20 miliar lebih. Usut punya usut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendampingi Pemerintah Provinsi Papua Barat telah mendatangi PT SDIC Papua Cement Indonesia.

“Hari ini KPK untuk kedua kalinya mendampingi Pemerintah Papua Barat terkait kepatuhan pajak PT SDIC Papua Cement Indonesia. Hingga Mei 2022, [nilai tunggakan pajak dan denda mereka] sekitar Rp20 miliar,” kata Kepala Satuan Tugas Wilayah V KPK, Dian Patria saat dikonfirmasi Jubi.

Dian mengatakan bahwa manajemen PT SDIC Papua Cement Indonesia berkeberatan dengan perhitungan tunggakan pajak Pemerintah Provinsi Papua Barat itu. PT SDIC Papua Cement Indonesia beralasan tagihan pajak Pemerintah Provinsi Papua Barat itu tidak sesuai dengan aturan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

“Saya sudah sampaikan ke Balai Sungai Kementrian PUPR, bahwa pajak daerah terkait air permukaan itu merujuk kepada siapa pemberi ijin. Pemberi izin [pemanfaaatan air oleh PT SDIC Papua Cement Indonesia adalah Pemerintah Provinsi Papua Barat. Apalagi sudah ada Peraturan Gubernur Nomor 13 Tahun 2017, dan ada itungan-hitunganya,” kata Dian.

Menurut Dian, PT SDIC Papua Cement Indonesia telah mengajukan keberatan atas tagihan pajak berikut dendanya yang secara total mencapai Rp20 miliar lebih itu. Akan tetapi, Dian menyatakan PT SDIC Papua Cement Indonesia belum membayar 50 persen dari nilai tagihan pajak itu. Padahal, demikian menurut Dian, keberatan atas tagihan pajak baru akan diterima dan diproses jika wajib pajak telah membayar 50 persen dari total kewajiban pajak.

“Hari ini kami memastikan hal itu, sekaligus memasang plang [tanda perusahaan menunggak pajak]. Plang itu tidak boleh dicopot sampai tunggakan pajak dibayar. Tujuan kami penting, agar pelaku usaha tertib dalam membayar pajak, dan pemerintah harus profesional” tegasnya.

Secara terpisah, Kepala Dinas Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi Papua Barat, Charles Hutauruk mengatakan tagihan pajak PT SDIC Papua Cement Indonesia itu terkait penggunaan air permukaan untuk operasional pembangkit listrik perusahaan semen asal China itu. Menurut Hutauruk, PT SDIC Papua Cement Indonesia sudah menunggak pajak air permukaan sejak 2017.

“Masalahnya, kami menegakan peraturan daerah dan peraturan gubernur yang berlaku.  Kalaupun ada keberatan, harusnya mereka bayar 50 persen [dari nilai tagihan], baru lihat apa keberatan utamanya,” ucap Hutauruk.

Menurutnya, manajemen PT SDIC Papua Cement Indonesia beberapa kali berkonsultasi dan bersurat dengan Pemerintah Provinsi Papua Barat, akan tetapi tidak pernah membahas masalah tagihan pajak itu. “Terakhir, mereka bilang [masalah] penjualan [listrik] ke PLN Listriknya bayar pajak, sedangkan yang dipakai sendiri tidak dibayar, itu kan tidak fair,” ujarnya.

Kepala Departemen Keuangan PT SDIC Papua Cement Indonesia, Mr Wang mengatakan pihaknya selalu menghargai peraturan di Indonesia. Dia berharap pertemuan manajemen PT SDIC Papua Cement Indonesia dan pemerintah akan mendapatkan titik temu untuk menyelesaikan sengketa pajak itu. “Kami berharap pemerintah atau negara bisa adil dalam menyelesaikan masalah itu, terutama bisa menghasilkan titik temu yang adil untuk kami” katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar