Selasa, 21 Juni 2022

Terpidana di Lapas Perempuan Kelas III Jayapura Sudah Melebihi Kapasitas

Kepala Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas III Jayapura, Sarlota Haay SH MH mengatakan jumlah terpidana yang menjalani masa hukuman di lembaga pemasyarakatan atau lapas khusus perempuan itu telah melebihi kapasitas. Lembaga pemasyarakatan atau lapas perempuan yang berada di Arso, ibu kota Kabupaten Keerom, Papua, itu sedang merencanakan blok hunian baru berkapasitas 100 orang.

Hal itu dinyatakan Haay di Arso, Sabtu (18/6/2022). Haay menyampaikan lapas perempuan hanya memiliki satu blok hunian yang hanya mampu menampung 24 warga binaan. Sedangkan warga binaan saat ini sudah mencapai 54 orang. Artinya ada kelebihan 20 orang.

“[Jumlah warga binaan yang menjalani hukuman di] lapas perempuan sudah melebihi kapasitas. Kami hanya punya satu blok hunian dan satu gedung workshop atau pelatihan,” katanya.

Haay menyatakan sebagian terpidana di Lapas Perempuan Jayapura kini menempati workshop, karena tidak tertampung di blok hunian. “Layaklah kami membelikan mereka kasur [untuk menempati workshop]. Kami sekarang program penambahan untuk blok hunian [dengan kapasitas] 100 orang,” ujarnya.

Haay mengatakan 54 warga binaan terjerat beragam kejahatan, seperti kasus narkotika, kriminal umum dan tindak pidana korupsi. Ia mengatakan setiap terpidana di Lapas Perempuan Jayapura menjalani pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian.

Menurut Haay, pembinaan kemandirian lebih fokus pada kunjungan kasih, pelayanan-pelayanan dari gereja-gereja bekerja sama dengan Kementerian Agama Kabupaten Keerom. Sedangkan, pembinaan kemandirian lebih berfokus kepada peningkatan keterampilan warga binaan dengan membuat kegiatan menjahit, pelatihan membuat barang kerajinan seperti noken, atau membuat keripik pisan.

“Kalau [pembinaan] kemandirian, [kami] bekerjasama dengan Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Keerom, sudah berjalan dua tahun,” katanya.

Haay menyampaikan barang kerajinan buatan warga binaan itu ditawarkan kepada para pengunjung yang datang ke Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas III Jayapura. Produk makanan seperti pisang dipasarkan melalui  kerja sama dengan pihak ketiga seperti Bank Mandiri maupun Bank Syariah Mandiri.

Haay mengatakan sebagian hasil penjualan barang buatan warga binaan disetor ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan sebagian lainnya digunakan untuk membantu pelaku usaka kecil dan menengah yang ada di sekitar Kabupaten Keerom.

“Tahun ini kami berbagi dengan mama-mama yang minuman, [kami] membelikan blender untuk mereka. [Bantuan seperti] itu biasanya dilakukan saat hari besar memperingati kemerdekaan dan hari permasyarakatan,” ujarnya.

Haay berharap warga binaan Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas III Jayapura nantinya dapat kembali ke masyarakat dan menggunakan berbagai keterampilan yang dipelajari saat menjalani hukuman. Jika masyarakat mau menerima warga binaan yang telah menyelesaikan hukuman mereka dengan tangan terbuka, Haay yakin para warga binaan tidak akan mengulangi kejahatan mereka.

Oleh karena itu, Haay berharap masyarakat tidak memberikan stigma kepada warga binaan yang telah menyelesaikan masa hukumannya. Warga binaan yang telah menyelesaikan hukuman itu justru membutuhkan dukungan dari masyarakat agar mampu bangkit dan menjadi orang yang bertanggung jawab.

“Setelah mereka keluar, harap masyarakat jangan mengintimidasi [atau memberi stigma]. Mari terima mereka dengan [berbagai] skill [atau keterampilan] mereka. Biarkan mereka bekerja menghidupi keluarga mereka, dan bertanggunggung jawab atas dirinya,” katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar