Rabu, 17 Februari 2021

Pemerintah Indonesia Sempat Mendapat Laporan Dari Duta Besar Indonesia di Singapura, Kenapa?

Google.com

Jaman sekarang memang sudah tidak seperti jaman dulu, jaman ini sangat sedikit perwira yang memiliki kriteria seperti tapa praja yang memiliki sifat pengendalian diri di antara banyaknya godaan di tengah-tengah khalayak ramai dan bukan di tempat yang sepi. karena sifat tapa praja ini utamanya harus dimiliki oleh abdi negara.

Namun meski sudah sangat sedikit bukan berarti sudah tidak ada perwira yang memiliki sifat tapa praja tersebut. Jenderal L.B. Moerdani adalah salah satu dari sedikit perwira yang memiliki sifat tapa praja, hal tersebut didapat dari penuturan yang sudah pernah dituturkan oleh Teddy Rusdy.

Bukti bahwa Jenderal L.B. Moerdani yang memiliki sifat tanpa praja bisa dibuktikan dengan pada saat itu di awal tahun 1977 Pemerintah Indonesia mendapatkan laporan dari Duta Besar Indonesia di Singapura, Hertasning, dan Menteri Luar Negeri Adam Malik terkait dengan adanya sejumlah deposito di Bank Sumitomo Singapura atas nama H. Ahmad Thahir.

Dengan itu Presiden Soeharto memerintahkan Mayjen L.B. Moerdani, Asisten Intelijen HANKAM untuk menarik uang deposito hasil korupsi tersebut dari Bank Sumitomo, Singapura, dan diserahkan kepada pemerintah Indonesia.

Almarhum H. Ahmad Thahir sendiri adalah asisten khusus presiden direktur Pertamina, yang banyak terlibat dalam negosiasi pembangunan pabrik Krakatau Steel di Cilegon, Banten. Dirinya diduga terlibat menerima komisi dari kontraktor pembangunan Krakatau Steel, yakni perusahaan-perusahaan Jerman Siemens dan Klockner.

Untuk mengusut kasus tersebut sampai tuntas Tim Kepres No. 9 tahun 1977 membentuk tim kerja yang terdiri dari Letnan Kolonel Teddy Rusdy, Suhadibroto, Dicky Tunner, dan Albert Hasibuan, S.H.

Sebagai seorang Intelijen, Teddy Rusdy sudah mengadakan estimasi dan perhitungan-perhitungan, menyadari kedudukan dan sikap pemerintah Singapura yang akan menempatkan negaranya sebagai negara yang "aman" untuk menaruh uang dan sebagai negara yang menjadi pusat kegiatan lalu lintas keuangan di Asia Tenggara.

Untuk bisa memenangkan kasus tersebut pastinya pemerintah Indonesia dan posisi Pertamina akan menghadapi banyak tantangan untuk bisa membawa deposito hasil korupsi ke Jakarta.

Sebagaimana kita ketahui kalau uang yang tersimpan sebagai 'Joint Account' atas nama H. Ahmad Thahit dan Kartika sejumlah DM 55.732.393 dan US 1.240.547 di Bank Sumitomo, Singapura. hal ini pun menjadi kasus persengketaan antara Kartika (istri muda) dan 'Joint Account' dan keluarga istri pertama H. Ahmad Thahir yang diwakili oleh Ibrahim Thahir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar