Tampilkan postingan dengan label Investigasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Investigasi. Tampilkan semua postingan

Jumat, 02 September 2022

Terkait Aksi Pembunuhan Warga Sipil, Ramandey: Saya Sudah Lapor ke Komnas HAM RI

Kepala Perwakilan Komnas HAM Papua, Frits Ramandey menyatakan akan melakukan Investigasi terkait aksi pembunuhan empat warga sipil asal Kabupaten Nduga di Kabupaten Mimika. Investigasi itu untuk menentukan tidaknya dugaan kasus pelanggaran HAM berat dalam kasus pembunuhan dan mutilasi itu.

“[Kasus itu] sangat mungkin dibawa ke kasus pelanggaran HAM berat. Saya sudah lapor ke Komnas HAM RI. Saya akan pimpin tim untuk melakukan penyelidikan atau investigasi awal. Tim ini akan turun Jumat atau Sabtu [pekan ini],” kata Ramandey Rabu (31/8).

Ramandey menyatakan Komnas HAM memandang kasus pembunuhan yang disertai mutilasi itu sebuah kejahatan keji, terkategori sebagai kejahatan kemanusiaan yang memenuhi pelanggaran HAM berat. Ramandey menyatakan investigasi awal Komnas HAM akan menentukan apakah kasus itu akan ditangani sebagai dugaan pelanggaran HAM berat, dan apakah perlu dibentuk Tim Penyelidik Ad Hoc.

Presiden Perintahkan Panglima TNI Bantu Polri Usut Kasus Mutilasi Warga Nduga Papua-Ist
Presiden Joko Widodo meminta aparat penegak hukum TNI dan Polri mengusut tuntas kasus pembunuhan dan mutilasi empat warga asal Kabupaten Nduga di Kabupaten Mimika, Papua. Hal itu disampaikan Jokowi usai memberikan bantuan bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah atau UMKM di Kabupaten Jayapura, Rabu

“Kami mau melihat dulu, [apakah kasus itu] upaya penculikan dan perampokan, atau pembunuhan berencana. Dari peristiwa itu sendiri, keempat korban itu dipotong-potong dan dimasukkan ke dalam karung. Proses penyelidikan awal yang dilakukan Komnas HAM akan melihat hasilnya. Apakah kemudian [penanganan perkara itu] dinaikan [menjadi dugaan pelanggaran HAM berat], dan dibentuk Tim Ad Hoc atau tidak,” katanya.

Pembunuhan dan mutilasi empat warga sipil asal Kabupaten Nduga terjadi di Satuan Permukiman 1, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika pada 22 Agustus 2022 lalu. Keempat korban itu adalah Arnold Lokbere, Leman Nirigi, Rian Nirigi, dan seorang lainnya yang belum diketahui identitasnya.

Keempat korban itu dipancing para pelaku pembunuhan dengan tawaran untuk membeli senjata api jenis AK 47 dan FN sebesar Rp250 juta . Para pelaku kemudian membunuh dan memutilasi para korban, dan membagi-bagikan uang Rp250 juta di antara para pelaku. Kasus itu terungkap setelah jenazah Arnold Lokbere di Sungai Kampung Pigapu, Distrik Iwaka, Kabupaten Mimika pada 26 Agustus 2022. Pada 27 Agustus 2022, jenazah Leman Nirigi ditemukan di lokasi yang sama.

Mendapat Perhatian Presiden

“Proses hukum yang sudah dilakukan kepolisian dan diback-up TNI berjalan tuntas. [Itu penting] agar kepercayaan masyarakat terhadap TNI tidak pudar,” kata Jokowi mengingatkan

Jokowi menyatakan telah memerintahkan Panglima TNI untuk menyelesaikan kasus pembunuhan dan mutilasi hingga tuntas. Jokowi menyatakan prajurit TNI yang terlibat dalam kasus pembunuhan dan mutilasi itu harus menjalani proses hukum. “Sekali lagi saya sampaikan, proses hukum harus berjalan dan tuntan,” tegasnya.

Senin, 04 Juli 2022

Waduh! TNI Polri Terlibat Perdagangan Senpi dan Amunisi Ilegal di Tanah Papua

Divisi Demokrasi di Aliansi Demokrasi untuk Papua atau AlDP, Muhammad Pieter Alhamid mengatakan, terdapat empat jaringan yang digunakan dalam perdagangan senjata api dan amunisi ilegal di Tanah Papua. Hal itu dinyatakan Alhamid dalam peluncuran laporan investigasi tentang perdagangan senjata ilegal di Tanah Papua yang berlangsung di Kota Jayapura pada Jumat (1/7/2022).

Laporan investigasi “ Perdagangan Senjata Api dan Amunisi Ilegal di Tanah Papua ” itu meneliti senjata api dan senjata ilegal di Tanah Papua pada periode 2011 – 2021. Laporan itu mengidentifikasi empat jaringan perdagangan senjata api dan senjata ilegal di Tanah Papua.

Alhamid menjelaskan jaringan pertama adalah perdagangan senjata api antara aparat TNI/Polri dan warga sipil. Jaringan kedua adalah jaringan perdagangan senjata api dan amunisi antara sesama warga sipil, tanpa melibatkan aparat TNI/Polri.

Jaringan ketiga adalah jaringan perdagangan antara aparat TNI/Polri dengan kelompok bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), tanpa melalui perantaraan. Jaringan keempat adalah jaringan perdagangan senjata api dan amunisi antara sesama anggota TPNPB. “[Jaringan keempat] itu terjadi di luar negeri, misalnya di Papua Nugini,” ujarnya.

Alhamid juga membeberkan jalur pengiriman senjata api dan amunisi ke Tanah Papua. Para pedagang senjata api atau amunisi di Papua itu mampu mengirimkan dagangannya menggunakan transportasi darat, laut, bahkan transportasi udara.

Menurut Alhamid, jalur pengiriman darat biasanya menggunakan jalur tertutup seperti di sekitar hutan, jalan setapak, atau rute mobil di pinggir kota, dan jalur itu diandalkan oleh TPNPB. Jalur laut dan sungai menggunakan perahu atau kapal kecil yang berlabuh di pelabuhan kecil yang cenderung digunakan oleh TPNPB. Sementara pengiriman senjata dan keamanan melalui pelabuhan besar ataupun bandar udara yang digunakan oleh aparat TNI/Polri, karena pemeriksaan ketatnya di pelabuhan besar atau bandar udara hanya bisa ditembus dengan orang dalam.

“Untuk jalur laut dan sungai, banyak sekali pelabuhan kecil. Pelabuhan itu biasanya digunakan masyarakat sipil dan TPNPB untuk melakukan transaksi karena minimnya pengawasan. Jika ada pengawasan, itu bisa dikendalikan oleh pihak yang melakukan transaksi [perdagangan senjata api dan amunisi] tersebut,” katanya.

Direktur AlDP, Latifah Anum Siregar mengatakan transaksi perdagangan senjata api dan amunisi ilegal di Tanah Papua memiliki motif yang beragam. Ada, motif ekonomi, karena harganya yang sangat tinggi. Ada pula motif untuk menaikan jenjang karir atau jenjang karir. Ada pula motif Kepemilikan Sumber Daya Alam (SDA).

“Ada indikasi bahwa konflik terjadi di suatu tempat yang digunakan untuk terus bergerak masyarakat setempat untuk menguasai sumber daya alam [di wilayah itu]. Kami mendapatkan dari beberapa informasi dari lapangan dan narasumber menjelaskan sangat detail indikasi [motif penguasaan SDA] itu,” katanya.