Menanggapi pengumuman seleksi delapan hakim ad hoc untuk Pengadilan HAM Peristiwa Paniai, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII) Usman Hamid mengatakan AII menyayangkan adanya hakim ad hoc terpilih yang memiliki latar belakang yang sarat dengan konflik kepentingan.
“Dalam catatan kami, setidaknya ada dua hakim ad hoc terpilih yang memiliki potensi konflik kepentingan. Salah satu hakim terpilih memiliki latar belakang sebagai instruktur di institusi TNI, sementara satu lagi memiliki hubungan keluarga dekat dengan seorang jaksa,” kata Usman, Selasa (26/7/2022) malam.
“Selain itu, baru ada delapan hakim yang terseleksi, sedangkan sebelumnya Ketua Panitia Seleksi Andi Samsan Nganro menyatakan bahwa ada 12 hakim yang akan direkrut.”
Karena itu, AII, lanjut Usman mendesak agar Mahkamah Agung memastikan seleksi empat hakim lainnya dilakukan secara transparan dan calon-calon yang dipilih nantinya adalah yang kompeten, independen, serta tidak memiliki potensi konflik kepentingan. Panitia Seleksi calon hakim ad hoc untuk pengadilan HAM, Senin (25/7/2022) telah mengumumkan sebanyak empat hakim yang akan bekerja di pengadilan HAM tingkat pertama.
Mereka adalah Siti Noor Laila, Robert Pasaribu, Sofi Rahma Dewi, dan Anselmus Aldrin Rangga Masiku. Diketahui, Siti merupakan mantan Komisioner Komnas HAM. Sementara itu, Robert berprofesi sebagai analis hukum pada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Adapun Sofi berlatar belakang akademisi, sedangkan Anselmus merupakan seorang advokat. Di sisi lain, empat hakim terpilih lainnya akan mengadili perkara pada pengadilan HAM tingkat banding. Mereka adalah Mochamad Mahin, Fenny Cahyani, Florentia Switi Andari, dan Hendrik Dengah. Mahin sebelumnya pernah menjadi hakim ad hoc pengadilan tindak pidana korupsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar