Kamis, 13 Oktober 2022

Masih Berduka, Keluarga Korban Mutilasi Minta Pelaku Dihukum Mati

Keluarga korban pembunuhan dan mutilasi empat warga Nduga di Mimika kembali meminta para pelaku pembunuhan dan mutilasi itu dipidana dengan hukuman mati. Permintaan itu disampaikan perwakilan keluarga korban mutilasi Mimika saat menemui Kepala Oditurat Militer IV-20 Jayapura, Kolonel Yunus Ginting dan Komnas HAM Perwakilan Papua di Kota Jayapura pada Rabu (12/10/2022).

Salah satu keluarga korban mutilasi Mimika, Pale Gwijangge mengatakan keluarga besar empat korban mutilasi sudah menyepakati bahwa pelaku harus dihukum setimpal dengan perbuatan mereka, yaitu hukuman mati. Keluarga korban juga menginginkan para prajurit TNI yang terlibat kasus itu dipecat.

“Sejak awal, pihak keluarga sudah mengatakan bahwa kasus itu pelanggaran Hak Asasi Manusia berat. Dunia internasional juga sudah menyoroti tentang pembunuhan dan mutilasi itu. Proses hukum harus bisa memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban yang merasa kehilangan anak, bapak, cucu mereka,” katanya.

Pembunuhan dan mutilasi empat warga sipil asal Kabupaten Nduga terjadi di Satuan Pemukiman 1, Distrik Mimika Baru, Kabupaten Mimika pada 22 Agustus 2022 lalu. Keempat korban itu adalah Arnold Lokbere, Irian Nirigi, Lemaniel Nirigi, dan Atis Tini.

Polisi Militer Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih telah menetapkan enam prajurit Brigade Infanteri Raider 20/Ima Jaya Keramo sebagai tersangka kasus itu, yaitu Mayor Hf, Kapten Dk, Praka Pr, Pratu Ras, Pratu Pc, dan Pratu R. Sementara penyidikan Kepolisian Daerah (Polda) Papua telah menetapkan empat warga sipil sebagai tersangka kasus yang sama, yaitu APL alias Jeck, DU, R, dan Roy alias RMH.

Selaku perwakilan keluarga, Pale Gwijangge mengatakan tidak hanya keluarga yang meminta pelaku harus dihukum mati. Selama ini mahasiswa melakukan demonstrasi, dan banyak tokoh Papua maupun simpatisan di luar Papua yang menyatakan bahwa peristiwa itu pelanggaran HAM berat.

“Artinya, publik sudah tahu pembunuhan dan mutilasi dengan cara dan bentuk apapun adalah pelanggaran HAM berat. Kami meminta kepada TNI yang akan mengadili kasus itu, ataupun pihak sipil yang akan mengadili kasus itu, kami meminta agar hukumannya mati dan dipecat dari militer secara tidak terhormat,” katanya.

Gwijangge juga menegaskan bahwa keluarga korban mutilasi itu meminta agar proses persidangan digelar di Pengadilan Negeri Kota Timika melalui pengadilan koneksitas. “Itu akan memberikan keringanan bagi keluarga korban untuk menyaksikan langsung proses persidangan. Keluarga ingin melihat, juga ingin mendapatkan keadilan dari proses penegakan hukum, sehingga mereka meminta proses pengadilan digelar di Pengadilan Negeri Kota Timika,” katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar