Rabu, 31 Agustus 2022

Di Perairan Besar Samudra Pasifik, Kehilangan Hutan Bakau Sangat Berpengaruh

Hilangnya hutan bakau jelas akan sangat berpengaruh pada standing stock ikan di perairan besar di Samudra Pasifik. Jika membandingkan hutan bakau di Papua Nugini dari Provinsi West di Vanimo sampai East Sepik dan Madang Province jelas hutan bakau mereka masih bagus.

Walau ada aktivitas penambangan nikel di Wewak tapi tak berdampak buruk bagi hutan bakau di sana.
Kalau pakai istilah orang di Papua Barat, ikan ikan di sana masih jinak dan belum tahu umpan. Tak heran kalau nelayan-nelayan Ambai asal Papua Barat di Kota Wewak sukses mencari ikan di sana dan menjual ikan di sana.

Berbeda dengan hutan bakau di Teluk Youtefa yang terus semakin hilang dan ditimbun, ini jelas akan sangat berpengaruh terhadap berkurangnya jenis-jenis ikan. Pasalnya hutan bakau merupakan tempat pemijahan jenis ikan dan berbagai jenis siput, kerang serta mulussca.

Peneliti dan Ketua Program Studi Perikanan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, John D Kallor kepada Jubi belum lama ini mengatakan bahwa kalau memakai kaca mata medis, hutan bakau di Teluk Youtefa sudah termasuk dalam kategori hutan bakau yang sakit.

“Hilangnya hutan bakau akan sangat berpengaruh terhadap berkurangnya jenis-jenis ikan di dalam Teluk Youtefa,” katanya.

Hal senada juga dikatakan warga Kampung Injros Nico Meraudje kepada jubi.id bahwa jenis ikan ikan seperti bubara, tenggiri, cakalang dan ikan goropah sudah jarang masuk ke Teluk Youtefa. “Hanya ikan ikan bulanak, ikan samandar dan cumi cumi tetapi sedikit di dalam Teluk Youtefa,” katanya.

Padahal lanjut dia hutan bakau sebenarnya merupakan tempat pemijahan ikan atau ikan bertelur di situ. “Dulu kitorang bisa lihat ikan ikan cakalang bisa masuk sampai ke dalam Teluk Youtefa tetapi sekarang sudah tak ada lagi,”katanya.

Selain itu hasil riset peneliti dan dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Cenderawasih, Dr Hazmi, Skm Mks pada 2014 menyimpulkan ikan dan kerang di Teluk Youtefa, perairan Kota Jayapura, Papua, telah tercemar kandungan logam berat Plumbum atau timbal.

“Kondisi ini diperparah lagi dengan perilaku warga yang membuang sampah langsung ke empat sungai yang mengalir ke Teluk Youtefa. Apalagi Teluk Youtefa berbeda dengan pantai Hamadi yang langsung terkena ombak sehingga sampah bisa terbawa arus,” katanya saat dihubungi Jubi.

Hazmi menyatakan saat ia melakukan penelitiannya pada 2014, kondisi Teluk Youtefa tidak sedangkal sekarang. “Dalam penelitian, kami menemukan air, ikan dan kerang, bahkan urine warga sekitar Teluk Youtefa sudah ada mengandung logam berat akibat pencemaran,” katanya. Sedimen lumpur yang terus menerus masuk dan mendangkalkan Teluk Youtefa diperkirakan semakin memperparah polusi logam berat di perairan tersebut.

Rusaknya hutan bakau dan standing stock ikan

Laut di Teluk Imbi yang penuh dengan bagan dan hilangnya stok ikan karena rusaknya hutan bakau di Teluk Youtefa jelas sudah merusak tempat dan habitat ikan-ikan bertelur, apalagi sedimentasi membuat laguna di sana semakin dangkal dan rusak.

Tak heran kalau nelayan-nelayan di Papua lebih sering melaut hingga ke lautan yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini. Banyak pengakuan dari warga di Papua Barat kalau ikan-ikan di PNG banyak dan jinak serta mudah ditangkap.

Kondisi alam dan lingkungan hutan bakau yang baik tentunya sangat berpengaruh terhadap standing stock ikan di peraiaran Papua Nugini. Tertangkapnya nelayan Indonesia di Papua Nugini bukan sesuatu yang baru, tetapi seringkali terjadi karena memang stok ikan di perairan Papua semakin berkurang alias tidak cukup.

Kantor berita Antara telah melaporkan pada Jumat (7/6/2019) bahwa polisi Papua Nugini telah menangkap lima nelayan warga negara Indonesia yang mencari ikan secara ilegal di wilayah Provinsi West Sepik di Papua Nugini.

“Memang benar ada lima nelayan asal Jayapura ditangkap dan saat ini ditahan di Vanimo,” kata Konsul RI di Vanimo, PNG Abraham Lebelauw di Jayapura.

Selain di Vanimo juga di Provinsi Daru di Selatan Papua Nugini pernah ada nelayan WNI asal Wakatobi bersama tujuh nelayan lainnya ditangkap oleh aparat keamanan di Papua Nugini karena melintasi perbatasan laut di sana. Adapun ikan yang sering ditangkap di sana jenis ikan kakap cina, kakap putih dan kuro. Terutama para nelayan mencari gelembung ikan kakap putih.

Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia belum lama ini menerima laporan satu unit kapal ikan berbendera Indonesia telah ditangkap oleh otoritas laut Papua Nugini (PNG). Dalam Mei 2020 sampai November 2021 telah terjadi enam kali penangkapan, terdapat 34 nelayan dan ABK Indonesia ditahan dan diadili di Papua Nugini.

Sebelumnya pada 17 Oktober 2021 terdapat 10 kapal berbendera Indonesia namun sembilan di antaranya berhasil melarikan diri dari kejaran aparat PNG.

Maraknya nelayan Indonesia melewati tapal batas perairan ke Papua Nugini karena stok ikan di sana cukup tinggi dengan daerah fishing ground yang tidak terlalu jauh tetapi mereka sudah melewati tapal batas perairan.

Fishing ground dekat antara 4-7 mili dari daratan tetapi sudah memasuki wilayah Papua Nugini.

Perisitiwa terkini kembali lagi nelayan Indonesia memasuki perairan Papua Nugini, hingga mengakibatkan tewasnya nakoda kapal motor Calcin 02 Sugeng meninggal saat dikejar aparat Papua Nugini. Dua kapal lainnya KMN Arsila 77 dan KMN Baraka Paris ditangkap dan ditahan oleh tentara Papua Nugini.

Sementara itu Berita Australia bahwa Pemerintah Australia dengan tegas membantah terlibat dalam penembakan yang menewaskan seorang nelayan dan patroli penangkapan ikan ilegal bersama baru-baru ini dengan PNG di daerah tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar